PERJALANAN PENDIDIKAN INDONESIA (TOPIK 1 KONEKSI ANTAR MATERI)

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk bisa berproses dan berinteraksi di dunia luar dengan semua masyarakat sekitarnya. Pendidikan juga menjadi salah satu bekal terpenting di masa depan. Pendidikan itu sudah kita kenal sejak zaman sebelum Negara Indonesia merdeka hingga saat ini. Pendidikan menjadi salah satu hal pokok yang harus dipehatikan karena pendidikan mampu membentuk karakter pribadi setiap orang apabila sungguh-sungguh dalam menekuninya. Pendidikan adalah proses pembelajaran tentang akhlak, ilmu pengatahuan dan keterampilan yang menjadi kebiasaan turun-temurun sekelompok orang untuk melakukan pengajaran, pengamatan, pelatihan atau penelitian. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1), pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Dikutip dari laman https://kelembagaan.ristekdikti.go.id di akses pada tanggal 17 Desember 2022, pukul 15:39 WIB).

Perjalanan pendidikan Indonesia tebagi kedalam beberapa periode yang akan dijabarkan pada deskripsi berikut:

1.Pendidikan Hindu-Budha 

Sistem pendidikan semenjak periode awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia sepenuhnya sudah bermuatan keagamaan. Pelaksanaan pendidikan keagamaan HinduBudha berada di padepokan-padepokan. Ajaran Hindu-Budha ini memberikan corak praktik pendidikan di zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Kerajaan Kutai (Pulau Kalimantan), Kerajaan Tarumanegara hingga Majapahit (Pulau Jawa), Kerajaan Sriwijaya (Pulau Bali dan Sumatera). Kaum Brahmana pada masa Hindu-Budha merupakan kaum yang menyelenggarakan pendidikan dan pelajaran. Maka perlu diketahui bahwa sistem kasta yang diterapkan di Indonesia tidak terlalu keras seperti sistem kasta yang ada di India. Adapun beberapa materi-materi yang dipelajari ketika pendidikan keagamaan Hindu-Budha berlangsung, yaitu teologi (ilmu agama), bahasa dan sastra (ilmu kecakapan), ilmu-ilmu kemasyarakatan (ilmu sosial), ilmu-ilmu eksakta (ilmu perbintangan), ilmu pasti yaitu (perhitungan waktu, seni bangunan, seni rupa), dan sebagainya. Pada periode akhir berkembangnya pendidikan Keagamaan Hindu-Budha, pola pendidikan dilakukan oleh para guru pengajar di padepokan-padepokan tidak lagi bersifat kolosal dalam kompleks, dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi pembelajaran yang bersifat religius dan spiritual. Selain belajar untuk menuntut ilmu, para murid di padepokan ini juga harus bekerja demi terpenuhinya kebutuhan sehari-hari mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada masa pendidikan keagamaan Hindu-Budha pengelola pendidikan adalah kaum Brahmana, bersifat tidak formal, dapat mengundang guru untuk datang ke istana, dan pendidikan kejuruan dilakukan secara turun-temurun melalui jalur kastanya masing-masing. 

2. Pendidikan Islam

Saudagar asal Gujarat pada abad ke-13 menjadi salah satu ciri-ciri dari mulainya pendidikan berlandaskan ajaran Islam di Indonesia. Mula-mula kehadiran mereka terjalin melalui hubungan teratur dengan para pedaganag asal pulau Sumatra dan Jawa. Kemudian, para saudagar yang beragama Islam asal Gujarat itu di Indonesia menjadi penyebar agama Islam. Ajaran agama Islam awal berkembang di kawasan pantai pesisir, sementara ajaran agama Hindu masih kuta di kawasan pedalaman. Kerajaan Samudra-Pasai (1297) di Indonesia menjadi kerajaan Islam pertama lebih tepatnya Aceh. Jauh sebelum Kerajaan Samudra-Pasai berdiri pengaruh ajaran Islam sudah masuk terlebih daulu ke Indonesia. Terbukti dengan adanya batu nisan seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 476 H (1082 M) di Leran, dekat Gresik Jawa Timur. Pada masa pra-kolonial pendidikan agama Islam berbentuk pendidikan di pesantren, pendidikan di musola/langgar dan pendidikan di madrasah. Pertama, Pendidikan di musola/langgar dilaksanakan secara sederhana dengan binaan guru mengaji yang memiliki status dibawah kyai, materi yang diajarkan membaca Al-Qur’an dan Fiqih Dasar. Kedua, Pendidikan di pesantren memiliki sistem pendidikan pemondokan sederhana, materi pembelajaran bersifat khusus (keagamaan), penghormatan tertinggi kepada guru, tidak ada gaji untuk guru karena memotivasi santri sematamata karena Allah SWT., dan santri datang untuk menuntut ilmu secara suka rela. Ketiga, pendidikan di madrasah memiliki sistem pendidikan yang mengajarkan agama dan ilmu pengetahuan seperti astronomi (ilmu falak), dan ilmu pengobatan. Ketiga sistem pendidikan Islam ini tetap bertahan sejak datangnya kolonial Belanda hingga saat ini. 

3. Pendidikan pada Masa Kolonial

  1. Indonesia mengalami perkembangan dari aspek ekonomi yaitu perdagangan pada abad ke16. Saat itu datanglah Portugis disusul dengan bangsa Spanyol datang ke Indonesia untuk berdagang dan menyebarkan Agama Nasrani (Khatolik). Portugis datang ke Indonesia bersama dengan missionaris salah satu namanya ialah Franciscus Xaverius. Dalam penyebaran agama Nasrani (Katholik), menurut Franciscus Xaverius sangat diperlukan untuk mendirikan sekolahsekolah (seminarie). Pada tahun 1536 telah berdiri sebuah seminarie di Ternate yang menjadi sekolah agama anak-anak orang terkemuka. Pelajaran yang dierikan di sekolah Nasrani (Katholik) ini ada beberapa diantaranya pelajaran agama, membaca, menulis dan berhitung. Kabupaten Solor, Flores Timur juga mendirikan semacam seminarie dan mempunyai kurang lebih 50 orang murid yang juga mengajarkan bahasa Latin. Tujuh kampung di Ambon penduduknya sudah beragama Katholik pada tahun 1546, di kampung ini ternyata juga menyelenggarakan pengajaran untuk rakyat umum. Pengajaran ini sering menimbulkan pemberontakan sehingga akhir abad ke-16 musnahlah kekuatan Portugis di Indonesia
  2. Belanda datang ke Pulau Jawa Indonesia untuk berdagang dan menciptakan kekuasaan baru setelah berakhirnya kekuasaan Portugis pada akhir abad ke-16. Belanda yang bergabung dalam badan perdangan VOC, menganggap bahwa agama Katholik yang disebarkan oleh Portugis perlu digantikan dengan agama Protestan yang dianutnya. Dengan itulah sekolah-sekolah keagamaan didirikan terutama di daerah yang dulunya telah terpengaruh agama Nasrani (Katholik) oleh Portugis dan Spanyol. Sekolah pertama di Ambon didirikan oleh VOC pada tahun 1607. Pembelajaran yang diberikan yaitu membaca, menulis dan sembahyang. Guru pendidik berasal dari Belanda dan mendapat upah. Salah satu alasan tidak ada susunan persekolahan dan gereja di Pulau Jawa karena Pulau Jawa tidak terkena pengaruh Portugis. Pada tahun 1617 sekolah pertama didirikan di Jakarta, lima tahun kemudia pada 1622 sekolah itu mempunyai murid 92 laki-laki dan 45 perempuan. Sekolah ini memiliki tujuan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang cakap sehingga dapat dipekerjakan di administrasi dan gereja pada pemerintahan. Bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar hingga tahun 1786. Pendidikan kejuruan mulai muncul sejak abad ke19 dan pada abad ke-20 muncul golongan baru yaitu golongan cerdik, pandai yang mendapat pendidikan Barat, namun golongan ini tidak mendapat tempat dan perlakuan wajar dalam masyarakat kolonial. Partai yang timbul sesudah tahun 1908 ada yang berdasarkan Sarekat Islam, berdasarkan sosial seperti Muhamadiyah, ada pula berdasarkan asas kebangsaan seperti Indische Partij. Indische Partij merupakan pergerakan yang pertama kali merumuskan semboyan Indie los van Nederland yang berarti “Indonesia Merdeka” dan diambil alih oleh PNI (1928)
                                                      Infografis perjalanan pendidikan Indonesia

4. Pendidikan Masa Kemerdekaan 

Tokoh pendidik yang berjasa pada masa kolonial Belanda seperti Ki Hajar Dewantara, Moh. Syafe’i dari INS, Mr. Suwandi yang mengganti ejaan Bahasa Indonesia yang disusun sebelumnya oleh Van Phuysen. Dari beberapa tokoh di atas, pemerintahan Indonesia telah berupaya untuk mengangkat tokoh yang berjasa dalam pendidikan Indonesia dimasa kolonial ini pada awal pendidikan masa kemerdekaan. Pengangkatan Menteri PP dan K. Prof. Dr. Priyono dari partai Kiri Murba menjadi tanda pengaruh masuknya ideologi kiri di dunia pendidikan. 

Adapun pandangan bagi Ki Hadjar Dewantara, pendidikan itu memberikan dorongan terhadap perkembangan siswa didik, yakni pendidikan mengajarkan untuk mencapai suatu perubahan dan dapat bermanfaat di lingkungan masyarakat. Dalam hal ini, siswa didik diharapkan mampu memberikan manfaat untuk lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal ataupun untuk masyarakat luas. Selain itu, dengan pendidikan juga diharapkan memberikan peningkatan rasa percaya diri, mengembangkan potensi yang ada dalam diri karena selama ini pendidikan hanya dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan aspek kecerdasan, namun tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam bertingkah laku maupun dengan ketrampilan. Disisi lain, guru sebagai tokoh sentral dalam dunia pendidikan juga diharapkan mengutamakan murid di atas kepentingan pribadi. Menurut Ki Hadjar Dewantara, seorang guru juga diharapkan mampu mengembangkan metode yang sesuai dengan sistem pengajaran dan pendidikan, yaitu metode among, yakni metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pola asih, asah, dan asuh. Guru diharapkan memiliki keterampilan dalam mengajar, memiliki keunggulan dalam berelasi dengan peserta didik maupun dengan anggota komunitas yang ada di sekolah, dan guru juga harus mampu berkomunikasi dengan orang tua murid dan memiliki sikap profesionalitas dalam menjalankan tugasnya. Seorang pendidik juga diharapkan mampu mendidik peserta didik dengan memegang semboyan dari Ki Hadjar Dewantara yakni, ing ngarsa sung tuladha (dimuka memberi contoh), ing madya mangun karsa (di tengah membangun citacita), tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya). Haidar Musyafa. (2015). Hal yang paling utama dalam mendidik, yakni adanya pemahaman yang sama antara guru dan pendidik, sehingga mendidik bersifat “humanisasi”, yaitu mendidik merupakan sebuah proses memanusiakan manusia, dengan adanya sistem pendidikan diharapkan mampu mengangkat derajat hidup menuju perubahan yang lebih baik. (Sugiarta, 2019)

5. Pendidikan pada Masa Reformasi 

Kurikulum 1994 digunakan pada masa pemerintahan Habibie telah mengalami penyempurnaan pada masa pemerintahan Gus Dur. Pendidikan pada masa pemerintahan Megawati mengalami perubahan tatanan, antara lain: Diubahnya Kurikulum 1994 ke Kurikulum 2000 menjadi Kurikulum 2002 setelah disempurnakan (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yaitu kurikulum dalam orientasinya dalam pendidikan fokus pada 3 aspek utama yang dikembangkan, antara lain aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disahkan pada 8 Juli 2003 yang memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjujung HAM (dikutip dari laman https://kompasiana.com pada tanggal 17 Desember 2022, pukul 10.03 WIB) 

Referensi:

Haidar Musyafa. (2015). “Sang Guru”. Novel Ki Hajar Dewantara, Kehidupan, Pemikiran, Perjuangan Pendirian Taman Siswa, 1889-1959.Yogyakarta: M. Kahfi.

Sugiarta, I.M.,Mardana.I.B.P, Adiarta, A.,&Artanayasa, I.W. (2019). Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (Tokoh Timur). Jurnal Filsafat Indonesia. Vol 2 No 3Tahun 2019 h.124-136.

(dikutip dari laman https://kompasiana.com pada tanggal 17 Desember 2022, pukul 10.03 WIB) 

(Dikutip dari laman https://kelembagaan.ristekdikti.go.id di akses pada tanggal 17 Desember 2022, pukul 15:39 WIB).


Komentar